Bismillah, postingan perdana di tahun 2018. Road to FTM. Full time mother.
Apakah selama ini tidak full time? entahlah,,, aku merasa tidak bisa memberikan sepenuhnya waktu dan perhatian kepada anak dan suami. Semua terasa kacau. Saya ibu bekerja. Saat ini masih tercatat sebagai PNS pada salah satu instansi di Kabupaten Jepara. 5 hari seminggu. Dari jam 7 hingga jam 3 sore. Tambah 1 jam toleransi waktu perjalanan berangkat dan pulang. Bahkan jika aku perlu lembur, tetap kujalankan lemburku. Sudah berlangsung selama 7 tahun. Alhamdulillah. Sejauh ini terasa baik-baik saja.
Anak sulung kami, Farina sehari-hari diasuh oleh mbahnya. Ibuku. Sambil menunggui toko sederhana milik orangtuaku. Sejak bayi Farina diasuh, dijaga, bermain, sampai tidur siang di toko tesebut. Sampai pada saatnya mendaftarkan anakku ke TK. Aku sudah bercita-cita mau mendaftarkan ke sebuah TK full day school yang lokasinya di kota, sejalan dan dekat dengan kantorku. Alhamdulillah atas ijin Allah, suami setuju. Dan atas ijin Allah juga kami dimudahkan dalam hal pembayaran, Farina dengan mudah beradaptasi dan yang pasti dia happy.
Kegelisahan mulai melanda ketika anak sulung sudah mau habis masa TK B nya. Kira-kira setahun yang lalu. Sudah merencanakan akan mendaftarkan ke Madrasah Ibtidaiyah. Lembaga pendidikan Islam setara SD. Lokasinya bertolak belakang dengan arah aku dan suami bekerja. Tempat kami bekerja ke arah barat. Sekolah anak ke arah timur. Dari situ aku berpikir untuk mewujudkan resign. Biar aku saja yang antar jemput anakku. Alhamdulillah kami diberi kepercayaan Allah untuk hamil anak kedua. Semakin kuat saja niatku untuk resign lalu mengasuh dan mengurus keluargaku sendiri secara mandiri.
Kusampaikan niatku kepada suami untuk resign dari pekerjaan. Tetapi, beliau tidak serta merta mengijinkan atau menolak. Pertimbangkan dulu. Banyak yang perlu dipikirkan. Yaa,, memang betul. Bagiku, aku siap dengan segala dampak yang akan terjadi. Penghasilan berkurang dari satu pintu. Tapi aku percaya rejeki Allah sangat luas. Dan bukan hanya dari pekerjaan PNS saja. Aku bisa, dengan ijin-Nya nanti membantuk mencari rejeki halal lain dari pekerjaan halal lain yang diridloi dengan tidak meninggalkan anak-anak.
No Passion Anymore
Kurasakan aku mulai jenuh dengan kondisi bekerja, dengan keterikatan jam kerja dan dengan tugas pekerjaan yang saat ini diamanahkan kepadaku. Waktu pagi ku terasa seperti mencambukku, seakan-akan seperti bangun-mandi-berangkat. Kira-kira mulai Mei 2017. Tapi rasa jenuhku hanya bisa kupendam. Aku tahu, teman2 juga mungkin merasakan hal yang sama. Tetapi aku tidak bisa terus-terusan berdamai dengan rasa jenuh. Pernah kusampaikan ke bagian kepegawaian untuk mohon pengganti atau rolling tugas untuk tahun 2018. Tapi jawabannya seakan kembali/mental kepadaku. "trus siapa yang diusulkan?" pertanyaan itu menjadi buntu ketika tidak ada tindakan solutif. Bahkan sampai sekarang.
Pada lain kesempatan aku sampaikan lagi kepada bagian kepegawaian secara lisan dan berbisik-bisik tentang keinginanaku untuk resign. Beliau menyayangkan. Jangan sampai resign. Mulai saja aku tunjukkan ketidaknyamananku dengan datang sesuka hati, keluar untuk pulang menyusui dan setor asi dan kembali setelah 2 jam aku pergi. Datang lagi untuk faceprint lalu pulang lagi. Tak ada lagi gairah bekerja seperti dahulu. Banyak hal yang menjadikan ku kuat untuk ingin segera resign.
Aku sadar tindakanku ini dzolim. Semoga Allah mengampuniku. Memudahkan jalanku untuk resign agar tidak terus-terusan dalam kedzoliman.
Aku salut dengan para ibu yang kuat fisik dan batinnya bekerja hingga puluhan tahun. Tapi itu bukan diriku.
Aku sadar tindakanku ini dzolim. Semoga Allah mengampuniku. Memudahkan jalanku untuk resign agar tidak terus-terusan dalam kedzoliman.
Aku salut dengan para ibu yang kuat fisik dan batinnya bekerja hingga puluhan tahun. Tapi itu bukan diriku.